Sahur
*Makan sahur di puasa tahun kesekian
“Dimakan sampai habis le. Ndak boleh pakai ngeluh, Gusti Allah masih sayang sama kita. Makanya walaupun cuma nasi aking tapi kita masih dikasih makan sahur tho?”
“Tapi nasinya ndak enak mbok, keras!’ dengusku sambil terus mengunyah butiran-butiran nasi kering itu.
Si mbok hanya tersenyum dan melanjutkan petuahnya,
“ Yo sing sabar le. Habis ini jangan tidur, shalat Subuh dulu. Minta sama Gusti Allah makanan yang enak untuk sahur besok. Simbok nanti langsung ke pasar.”
Setiap hari aku selalu dipesani simbok untuk berdoa kepada Gusti Allah. Minta diparingi makanan untuk sahur kami esok hari. Setiap hari pula simbok berangkat ke pasar jam 4 petang. Berjualan sirih supaya dapat makan buat sahur kami esok.
Hari ini aku bertanya pada diriku sendiri, “Lalu untuk apa berdoa? simbok tetap berjualan di pasar dan terus tidak mendapat makanan yang enak-enak itu.”
+++
“Le, simbok perhatikan kamu sekarang jarang di rumah. Kemana saja kamu le?”
“Roto kerja mbok.” bisikku enggan.
“Kerja apa tho le? sampai ndak pulang-pulang seminggu lebih? simbok jadi khawatir.”
Aku hanya tersenyum, tak menjawab pertanyaan simbok
“Yowes, simbok percaya sama kamu. Tapi ingat lho le sesibuk apapun kamu, jangan lupakan Gusti Allah. Selalu merendah dan jangan takabur.”
Simbok mulai lagi memberi wejangan-wejangannya padaku. Dan aku mulai mengantuk karenanya. Kubaringkan kepalaku dipaha simbok, ia membelai lembut rambutku, menina bobokanku. Tertidur.
+++
*Makan sahur di puasa tahun selanjutnya
Aku berlari, menuju gubukku yang sedang direnovasi menjadi sebuah rumah. Benar rumah yang beratap genteng bukan jerami. Benar rumah yang berdinding beton, bukan bambu.
“Mbok, simbok, liat Roto bawa apa mbok buat buka nanti?”
“Weleh, bawa makanan apa lagi kamu le? banyak sekali, dibagi-bagikan tetangga yo le?”
“Ya mbok.”
Aku masuk rumah yang belum lagi setengah jadi, merebahkan kepala di kursi ayaman bambu yang masih tersimpan. Ini barang satu-satunya yang tidak kubuang dan kuganti dengan yang baru. Walaupun sudah reot kursi ini kursi kesayanganku.
“Mbok nanti malam sahur pakai ayam goreng kesukaan simbok ya? Roto pesenin dulu.”
+++
*Makan sahur di puasa tahun berikutnya
Nasi aking kembali akrab di mulutku. Setahun setelah simbok pergi meninggalkanku sendiri, kemarin sore diatas kuburannya yang belum lagi anjlok dimakan rayap, aku masih meratap.
Menyalahkan diri sendiri atas kepergiannya pagi itu.
+++
*Makan sahur di puasa tahun lalu
“Ayam gorengnya wuenak yo le,”
DOR!!!
“Angkat tangan! Roto Supeno anda ditanggap dengan dugaan terlibat sindikat peredaran narkoba. Geledah rumahnya!”
BRUK!
Komentar
Posting Komentar